The Lost and The New Economic Power
Dahulu pada
zaman ke adi-kuasaan negara Turkey pada tahun 1700an, bisa dibilang ekonomi dunia sangatlah nyaman dan aman dari
bentuk ancaman ekonomi apapun, karena pada zaman itu di terapkannya ekonomi
syariah yang menjadi dasar ekonomi di Negara Turkey dan sekitarnya. Dimana
sistem ekonomi ini mengedapankan keadilan bagi semua pihak yang ada dalam
ekonomi itu sendiri.
Ekonomi syariah
telah menjadi jantung dunia saat itu dan menjadi pondasi ekonomi yang begitu
kokoh yang di terapkan oleh Negara Turkey. Kenapa bisa menjadi pondasi ekonomi
yang kokoh? Karena begitu adil dan berimbangnya sistem ekonomi ini, ditambah
lagi dengan tidak di kenalnya “suku bunga” pada sistem ini. Sebab pada dasarnya
dalam ekonomi syariah adalah untuk menjauhkan dan menghilangkan seluruh
kegiatan ekonomi dari “suku bunga” atau “Riba”.
Suku bunga
diaangap menjadi penyakit ekonomi yang sangat mendasar dalam seluruh kegiatan
ekonomi. Karena hal ini sangat tidak pantas ada
dalam sebuah sistem ekonomi, apalagi dewasa ini di Indonesia sedang di
gembor-gemborkannya sebuah sub-sistem ekonomi yang disebut dengan Ekonomi
Kerakyatan. Sebagai contoh, jika kita ingin membantu orang lain dengan meminjamkannya
utang tapi utang itu disertai bunga, yang pada dasarnya bunga itu adalah
tambahan dari apa yang di pinjam, apa ini bisa di bilang membantu? Padahal kita
jelas menuntut tambahan dari apa yang di pinjam. Justru disini kita malah
menambah beban si penerima bantuan karena kita telah menuntut apa yang bukan
hak kita dan memaksa apa yang bukan menjadi kewajibannya.
Tetapi beberapa
puluh tahun belakangan ini, ekonomi syariah seakan memudar dan menghilang dari
kehidupan ekonomi dunia, bahkan di Negara berpenduduk muslim terbesar sekali
pun seperti di Indonesia, ekonomi syariah menjadi barang langka yang
keberadannya diragukan ada. Oleh karena itu, upaya untuk menerapkan sistem
ekonomi syariah di tanah Indonesia ini sangat lah urgensi demi kehidupan
ekonomi Indonesia yang aman dan adil bagi seluruh aspek ekonomi di negeri ini.
By Muhammad Alvin B. U.
Bekasi, Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar