Halaman

Kamis, 27 November 2014

Negara & Agama



NKRI dan Islam

Sebagaimana dinyatakan Gus Dur dalam artikelnya, NKRI memang bukan negara Islam. Akan tetapi tidak berarti bahwa hukum Islam tidak ditegakkan di situ. Buktinya masyarakat muslim bisa dengan bebas menjalankan ajaran Islam tanpa melalui tangan negara. Mengutip Gus Dur, “mendirikan negara Islam tidak wajib bagi kaum muslimin, tapi mendirikan masyarakat yang berpegang pada ajaran Islam adalah sesuatu yang wajib.”
Dengan kata lain, dalam kerangka sistem republik, kaum muslim tetap mendapatkan keleluasaan untuk menerapkan syari’ah. Namun, penerapannya berlangsung secara sukarela dan atas kesadaran sendiri, bukan melalui paksaan dari negara. Ini tentunya sejalan dengan prinsip republik yang anti terhadap dominasi dalam berbagai bentuknya.
Tuduhan bahwa NKRI identik dengan kekafiran mencerminkan kegagalan memahami hakekat tatanan republik, yakni sebagai negara perjanjian atau kesepakatan antar pelbagai elemen bangsa demi melawan dominasi dalam berbagai bentuknya.
Pada titik ini, ada baiknya saya kutipkan keputusan Tanwir Muhammadiyah tentang NKRI pada Juni lalu di Bandung. Menurut Muhammadiyah, Indonesia yang berdasar Pancasila merupakan negara perjanjian atau kesepakatan (Darul ‘Ahdi), negara kesaksian atau pembuktian (Darus Syahadah), dan negara yang aman dan damai (Darussalam). Keputusan Tanwir tersebut diperkuat dengan pernyataan Din Syamsuddin bahwa komitmen terhadap Pancasila adalah manifestasi komitmen untuk menepati janji, sesuatu yang diperintahkan dalam Islam.
Pendapat ketua PP Muhammadiyah ini layak untuk dicatat karena sejumlah ayat dalam Al-Qur’an memang memerintahkan kaum muslim untuk mematuhi kontrak (‘ahd, mitsaq, atau ‘aqd) yang telah mereka sepakati. Simaklah misalnya QS: 2:177, 16:91, dan 17:34. Ketentuan ini tentu saja bukan hanya berlaku pada wilayah ekonomi semata, melainkan juga politik.
Dari sudut pandang hukum Islam, orang Islam yang tinggal dan menjadi warga negara di negara kafir yang tidak memerangi umat Islam (non-harbi) sesungguhya terikat kontrak dengan negara tersebut. Dan patut diingat, kontrak dengan pihak non muslim punya kekuatan mengikat juga. Dengan begitu, jika ia melanggar konstitusi negara tersebut, apalagi berupaya menggantinya dengan yang lain, maka ia sesunggunya menjadi pengkhianat kontrak.
Ibnu Qudamah, ulama dari mazhab Hanbali, menulis dalam Al Mughni: “Muslim yang tinggal di negara kaum kafir dalam keadaan aman haruslah mematuhi kontraknya terhadap negara tersebut, karena mereka memberikan jaminan keamanan semata-mata karena adanya kontrak bahwa si muslim tidak akan berkhianat. Ketahuilah, pengkhianatan terhadap kontrak (ghadr) adalah tindakan yang dilarang dalam Islam. Nabi bersabda: “Al muslimun ‘inda syuruthihim“: kaum Muslim terikat dengan perjanjian yang telah mereka sepakati.”
Senada dengan pendapat Ibnu Qudamah, Imam Al-Sarakhsi, ulama penganut mazhab Hanafi, menyatakan dalam Kitab Al Mabsuth: “Sunnguh tercela bagi seorang muslim yang memohon keamanan dari (negara kafir) berdasarkan perjanjian, tapi lalu mengkhianatinya. Rasul berkata: “Sesiapa mengkhianati suatu kesepakatan, maka pada hari kiamat nanti anusnya akan ditancapi bendera sehingga perbuatan khianatnya akan ketahuan secara terbuka.” Hadits di atas kiranya cukup untuk menegaskan bahwa orang Islam yang menjadi warga negara Indonesia wajib mematuhi kesepakatan mereka terhadap republik.

Sharia Economic Forum UG



BELAJAR LEBIH BAIK

                Saya seorang mahasiswa yang menuntut pendidikannya di Fakultas Ekonomi dengan jurusan Manajemen di salah satu Universitas yang bermarkas besar di daerah Depok, Jawa Barat. Saya masuk dan terdaftar sebagai mahasisma Universitas ini pada Tahun Ajaran 2011/2012. Saya rasa, atau memang kenyataannya, Universitas ini sangat identik dengan warna ungu, mulai dari brosur tentang kampus hingga bis operasional Universitas ini pun berwarna ungu, tapi sayang ada yang kurang, gedung perkuliahan kami tidak berwarna ungu. Mungkin pembaca sudah tahu universitas apa yang saya maksud. Iya, Universitas Gunadarma lah tempat saya bernaung untuk melanjutkan pendidikan saya ke jenjang Strata 1 setelah lulus SMA.
                Disinilah petualangan saya dimulai. Saya lalui semester 1 dan 2 dengan penuh penyesuaian, dan dengan penuh penataan di semester 3 dan 4. Di semester 1 dan 2, mungkin saya hanya berkegiatan layaknya mahasiswa biasa yang pergi ke kampus, mendengarkan dosen, pulang ke rumah, dan mengerjakan tugas. Kali ini di semester 3 saya merasa lebih, menjadi lebih main futsal dan lebih main games. Seiring waktu berjalan, saya merenung bahwa hari-hari saya tidak bisa dan tidak boleh seperti ini terus. Suatu ketika saya berpikir untuk bisa aktif di suatu organisasi di dalam ataupun luar kampus. Singkat cerita, saya menemukan dalam pencarian saya akan sebuah organisasi yang bisa membuat saya menjadi lebih, lebih baik tentunya.
                Organisasi itu bernama Sharia Economic Forum atau biasa disingkat dengan SEF. Ini adalah organisasi dalam kampus sebagai Badan Semi Otonom dari BEM Fakultas Ekonomi. Saya mendaftar ke organisasi ini sekitar pertengahan bulan April 2013 saat semester 4, dan melalui cukup banyak tahap seleksi di dalamnya. Singkat cerita saya diterima dan menjadi keluarga baru di SEF dengan 20 teman saya lainnya yang juga diterima sebagai anggota baru di organisasi ini , Alhamdulillah. Dan organisasi inilah yang saya anggap akan mampu menjadikan saya menjadi pribadi yang lebih baik, insya Allah.
                Disini saya begitu banyak belajar, berawal dari saat tahap seleksi perekrutan yang begitu ketat dan disiplin, hingga sekarang saya sudah menjadi bagian dari keluarga di organisasi ini, yang akan selalu dituntut untuk berkepribadian IKHLAS & PROFESIONAL. Karena dua hal ini yang mendasari kami para penghuni Sharia Economic Forum (SEF) dalam menjalani aktifitas sehari-hari maupun aktifitas keorganisasian. Karena Segala sesuatu yang dilakukan dengan Ikhlas akan menjadi tindakan yang timbul dari dalam hati, sehingga pikiran dan tenaga akan berjalan seiring keikhlasan jiwa kita. Dan Profesional dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawab kita masing-masing.
                Karena banyak pelajaran yang bisa saya resapi disini, saya sangat bersyukur Alhamdulillah bisa diterima dan bergabung sebagai keluarga Sharia Economic Forum (SEF) Angkatan 2013/2014. Tidak sedikit yang bisa saya petik dari organisasi ini. Kekeluargaan, Persahabatan, Kedisiplinan, Kesabaaran, dan Wawasan Ekonomi Ekonomi Umum adalah beberapa hal yang saya dapatkan selama 2 bulan lebih ini saya menjadi anggota baru di Sharia Economic Forum (SEF). Sebuah nilai lebih yang mugkin tidak saya dapatkan di kelas kampus sehari-hari. Sehingga saya berharap ini adalah bagian dari langkah saya untuk bisa menjadi pribadi yang terus belajar dan berusaha, agar bisa menjadi pribadi yang lebih berharga dan dihargai lebih.

Wassalam..

SALAM SEFmangat!!!

By Muhammad Alvin B. U.
Bekasi, Indonesia.

BI & OJK



BANK INDONESIA DAN OTORITAS JASA KEUANGAN



A.      Sejarah Bank Indonesia
Pada 1828 De Javasche Bank didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bank sirkulasi yang bertugas mencetak dan mengedarkan uang.
Tahun 1953, Undang-Undang Pokok Bank Indonesia menetapkan pendirian Bank Indonesia untuk menggantikan fungsi De Javasche Bank sebagai bank sentral, dengan tiga tugas utama di bidang moneter, perbankan, dan sistem pembayaran. Di samping itu, Bank Indonesia diberi tugas penting lain dalam hubungannya dengan Pemerintah dan melanjutkan fungsi bank komersial yang dilakukan oleh DJB sebelumnya.
Pada tahun 1968 diterbitkan Undang-Undang Bank Sentral yang mengatur kedudukan dan tugas Bank Indonesia sebagai bank sentral, terpisah dari bank-bank lain yang melakukan fungsi komersial. Selain tiga tugas pokok bank sentral, Bank Indonesia juga bertugas membantu Pemerintah sebagai agen pembangunan mendorong kelancaran produksi dan pembangunan serta memperluas kesempatan kerja guna meningkatkan taraf hidup rakyat.
Tahun 1999 merupakan Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia, sesuai dengan UU No.23/1999 yang menetapkan tujuan tunggal Bank Indonesia yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.
Pada tahun 2004, Undang-Undang Bank Indonesia diamandemen dengan fokus pada aspek penting yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Bank Indonesia, termasuk penguatan governance. Pada tahun 2008, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.2 tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas sistem keuangan. Amandemen dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan perbankan nasional dalam menghadapi krisis global melalui peningkatan akses perbankan terhadap Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek dari Bank Indonesia.
Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien. Setelah tugas mengatur dan mengawasi perbankan dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan, tugas BI dalam mengatur dan mengawasi perbankan tetap berlaku, namun difokuskan pada aspek makroprudensial sistem perbankan secara makro.
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan Gubernur. Sejak 2013, Agus Martowardojo menjabat sebagai Gubernur BI menggantikan Darmin Nasution.

B.       Visi, Misi, dan Sasaran Strategis Bank Indonesia

:: Visi
Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil

:: Misi
1.      Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
2.      Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif  dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.
3.      Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.
4.      Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

:: Nilai-Nilai Strategis
Trust and Integrity – Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork


:: Sasaran Strategis
Untuk mewujudkan Visi, Misi dan Nilai-nilai Strategis tersebut, Bank Indonesia menetapkan sasaran strategis jangka menengah panjang, yaitu :

1.      Memperkuat pengendalian inflasi dari sisi permintaan dan penawaran
2.      Menjaga stabilitas nilai tukar
3.      Mendorong pasar keuangan yang dalam dan efisien
4.      Menjaga SSK yang didukung dengan penguatan surveillance SP
5.      Mewujudkan keuangan  inklusif yang terarah, efisien, dan sinergis
6.      Memelihara SP yang aman, efisien, dan lancar
7.      Memperkuat pengelolaan keuangan BI yang akuntabel 
8.      Mewujudkan proses kerja efektif dan efisien dengan dukungan SI, kultur, dan governance
9.      Mempercepat ketersediaan SDM yang kompeten
10.  Memperkuat aliansi strategis dan meningkatkan persepsi positif BI
11.  Memantapkan kelancaran transisi pengalihan fungsi pengawasan bank ke OJK

C.      Tujuan Bank Indonesia
:: Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain.
Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
:: Tiga Pilar Utama
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas tersebut (klik pada gambar dibawah) perlu diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Pendukung Manajemen Intern
Mencapai dan Memelihara Kestabilan Rupiah









D.      STATUS DAN KEDUDUKAN BANK INDONESIA
:: Lembaga Negara yang Independen
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yait​u UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999 dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 6/ 2009. Undang-undang ini memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerint​​ah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur dalam undang-undang_ini.
            Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang tersebut. Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
            Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter secara lebih efektif dan efisien.
:: Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
“Pasca terbentuknya OJK, tugas BI sebagai bank sentral tidak lagi mencakup tugas pengaturan dan pengawasan perbankan. Ke depan, BI akan bertugas mengawal stabilitas moneter, stabilitas sistem pembayaran, dan stabilitas sistem keuangan,” kata Direktur Eksekutif Departemen Penyelesaian Aset – BI M.

OTORITAS JASA KEUANGAN
# Tujuan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1.      Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel,
2.      Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan
3.      Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

# Fungsi OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
# Tugas
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mempunyai tugas melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor IKNB.
Tugas dan Wewenang
OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
  1. kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
  2. kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
  3. kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
  1. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
  2. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  3. menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
  4. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;
  5. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK;
  6. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
  7. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
  8. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
  9. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
Untuk melaksanakan tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
  1. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;
  2. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
  3. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
  4. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;
  5. melakukan penunjukan pengelola statuter;
  6. menetapkan penggunaan pengelola statuter;
  7. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan
  8. memberikan dan/atau mencabut:
    1. izin usaha;
    2. izin orang perseorangan;
    3. efektifnya pernyataan pendaftaran;
    4. surat tanda terdaftar;
    5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;
    6. pengesahan;
    7. persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
    8. penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.