MOTIVASI DAN KETERLIBATAN
Motivasi
adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk
mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas,
arah, dan ketekunan.
Berdasarkan
teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun
teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari
sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu. Seseorang dikatakan
memiliki motivasi tinggi dapat diartikan orang tersebut memiliki alasan yang
sangat kuat untuk mencapai apa yang diinginkannya dengan mengerjakan
pekerjaannya yang sekarang. Berbeda dengan motivasi dalam pengertian yang
berkembang di masyarakat yang seringkali disamakan dengan semangat, seperti
contoh dalam percakapan "saya ingin anak saya memiliki motivasi yang
tinggi". Statemen ini bisa diartikan orang tua tersebut menginginkan
anaknya memiliki semangat belajar yang tinggi. Maka, perlu dipahami bahwa ada
perbedaan penggunaan istilah motivasi di masyarakat. Ada yang mengartikan
motivasi sebagai sebuah alasan, dan ada juga yang mengartikan motivasi sama
dengan semangat.
Dalam
hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan seberapa
giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi
kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang
menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir,
ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan
usahanya.
Dinamika
Proses motivasi
Proses
motivasi :
1.
Tujuan. Perusahaan harus bias menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin
dicapai, baru kemudian konsumen dimotivasi ke arah itu.
2.
Mengetahui kepentingan. Perusahaan harus bisa mengetahui keinginan konsumen
tidak hanya dilihat dari kepentingan perusahaan semata
3.
Komunikasi efektif. Melakukan komunikasi dengan baik terhadap konsumen agar
konsumen dapat mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan apa yang bisa
mereka dapatkan.
4.
Integrasi tujuan. Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan perusahaan dan
tujuan kepentingan konsumen. Tujuan perusahaan adalah untuk mencari laba serta
perluasan pasar. Tujuan individu konasumen adalah pemenuhan kebutuhan dan
kepuasan.kedua kepentingan di atas harus disatukan dan untuk itu penting adanya
penyesuaian motivasi.
5.
Fasilitas. Perusahaan memberikan fasilitas agar konsumen mudah mendapatkan
barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan.
Tujuan
motivasi konsumen
Tujuan
motivasi konsumen :
1.
meningkatkan kepuasan
2.
mempertahankan loyalitas
3.
efisiensi
4.
efektivitas
5.
menciptakan suatu hubungan yang harmonis antara produsen atau penjual dengan
pembeli atau konsumen.
Memahami
kebutuhan konsumen
Kebutuhan
konsumen dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Fisiologis. Dasar-dasar kelangsungan hidup, termasuk rasa lapar, haus dan
kebutuhan hidup lainnya.
2.
Keamanan. Berkenaan dengan kelangsungan hidup fisik dan keamanan
3.
afiliasi dan pemilikan. Kebutuhan untuk diterima oleh orang lain, menjadi orang
penting bagi mereka.
4.
Prestasi. Keinginan dasar akan keberhasilan dalam memenuhi tujuan pribadi
5.
Kekuasaaan. Keinginan untuk emndapat kendali atas nasib sendiri dan juga nasib
orang lain
6.
Ekspresi diri. Kebutuhan mengembangkan kebebasan dalam ekspresi diri dipandang
penting oleh orang lain.
7.
Urutan dan pengertian. Keinginan untuk mencapai aktualisasi diri melalui
pengetahuan, pengertian, sistematisasi dan pembangunan system lain.
8.
Pencarian variasi. Pemeliharaan tingkat kegairahan fisiologis dan stimulasi
yang dipilih kerap diekspresikan sebagai pencarian variasi
9.
Atribusi sebab-akibat. Estimasi atau atribusi sebab-akibat dari kejadian dan
tindakan.
Sifat dan Klasifikasi Motivasi
Motivasi konsumen akan berubah dan
berkembang sejalan dengan berkembangnya pengalaman dan proses pembelajaran yang
berlangsung. Kebutuhan akan berkembang seiring dengan perkembangan yang terjadi
di lingkungan masyarakat. Konsumen akan berinteraksi dengan konsumen lain dan
dari interaksi tersebut konsumen akan mendapatkan informasi-informasi penting
berkaitan dengan cara-cara untuk memenuhi kebutuhan. Dari hal tersebut
pengtahuannya akan meningkat dan keinginan pun akan berkembang.
Pada umumnya motif atau kebutuhan
manusia memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
- Kebutuhan tidak pernah terpuaskan
- Kebutuhan baru muncul setelah kebutuhan yang lama terpenuhi
- Keberhasilan dalam mencapai tujuan akan mempengaruhi tujuan berikutnya
- Motif bersifat majemuk
Klasifikasi terhadap berbagai macam
kebutuhan dirasakan penting untuk memahami konsumen. Konsumen sebagai focus utama
perlu diketahui dan dipahami kebutuhan dan keinginannya agar perusahaan dapat
memuaskan. Loudon dan Bitta (1995) mengklasifikasikan motif mulai dari yang
polanya sederhana hingga yang komprehensif. Pada pola yang sederhana motif
dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis klasifikasi, yaitu:
- Motif fisiologis dan psikogenik
- Motif disadari dan tidak disadari
- Motif positif dan motif negatif
Teori Motivasi
- Teori hierarki kebutuhan A. Maslow
Teori hierarki kebutuhan dari Abraham
Maslow merupakan salah satu teori yang diperhatikan oleh manajer, karena
sifatnya relative sederhana dan praktis.
Teori kebutuhan manusia secara hierarki
sebagai berikut:
- Kebutuhan fisiologis
- Kebutuhan rasa aman
- Kebutuhan sosial
- Kebutuhan akan penghargaan
- Kebutuhan aktualisasi diri
- Teori Tiga Kebutuhan
Teori Tiga kebutuhan lebih popular
dikenal sebagai “Trio of Needs” dikemukakan oleh Mc Clelland. Menurut Mc
Clelland manusia memiliki tiga macam kebutuhan, yaitu:
- Kebutuhan untuk berkuasa
- Kebutuhan berafiliasi
- Kebutuhan berprestasi
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN TEORI-TEORI MOTIVASI
Teori
Alderfer dikenal dengan akronim “ERG”. Akronim “ERG” dalam teori Alderfer
merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu :
E
= Existence (kebutuhan akan eksistensi)
R
= Relatedness (kebutuhan untuk berhubungan dengan pihak lain)
G
= Growth (kebutuhan akan pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut akan tampak bahwa :
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar
Tampaknya
pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena
menyadari keterbatasannya, seseorang dapat menyesuaikan diri pada kondisi
obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan perhatiannya kepada
hal-hal yang mungkin dicapainya.
KETERLIBATAN
Keterlibatan adalah tahapan motivasi, stimulasi, dan minat yang tak dapat diamati. Keterlibatan dirangsang oleh sebuah obyek atau situasi yang mengarahkan perilaku tertentu : bentuk tertentu dalam pencarian informasi, pengolahan, dan pengambilan keputusan.
Fokus_Keterlibatan
Menurut
J. Paul Peter dan Jerry
C. Olson ( 2010 ), pemasar dituntut untuk bisa
memahami keterlibatan konsumen terhadap
suatu produk atau
merek. Salah satu tujuan
pentingnya adalah
pemasar dapat dengan jelas
mengidentifikasi fokus keterlibatan
konsumen. Pemasar perlu mengetahui dengan
tepat apa yang
disebut sebagai relevan secara pribadi oleh konsumen:
produk atau merek, objek,
perilaku, kejadian, situasi, lingkungan atau beberapa
bahkan semua hal diatas.
Pada umumnya, keterlibatan konsumen dapat dianalisis
melalui segala hal yang
terkait dengan konsumen tersebut sekaligus memetakan tujuan
akhir dari keterlibatannya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keterlibatan
Peter dan Olson (2010) mengemukakan 2 hal penting yang mempengaruhi keterlibatan konsumen, yakni :
Peter dan Olson (2010) mengemukakan 2 hal penting yang mempengaruhi keterlibatan konsumen, yakni :
- Relevansi
pribadi intrinsik. Pengetahuan konsumen yang
disimpan dalam ingatan. Konsumen mendapatkan pengetahuan ini melalui
pengalaman masa lalu mereka terhadap suatu produk. Pada saat mereka
menggunakan produk atau memperhatikan orang lain menggunakannya, konsumen
belajar bahwa ciri produk tertentu memiliki konsekuensi yang dapat
membantu mencapai tujuan dan nilai yang penting. Karena pengetahuan
tersebut disimpan dalam ingatan, maka membuatnya menjadi sumber intrinsik
potensial bagi keterlibatan.
Jika pengetahuan ini diaktifkan dalam suatu situasi pengambilan keputusan, konsumen akan mengalami perasaan relevansi pribadi atau keterlibatan. - Relevansi pribadi situasional. Ditentukan oleh aspek lingkungan fisik dan sosial yang ada disekitae kita yang dengan segera mengaktifkan konsekuensi dan nilai penting sehingga membuat produk dan merek yang terlihat secara pribadi lebih relevan. Sumber situasional dari keterlibatan memiliki pengaruh yang besar pada beberapa situasi dikarenakan selalu berkombinasi dengan relevansi pribadi intrinsik konsumen untuk menciptakan keterlibatab yang benar-benar dialami konsumen selama proses pengambilan keputusan.
Beberapa
faktor anteseden dari keterlibatan
Anteseden
adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap atau pemicu perilaku (Holland
& Skiner, 1961 ; Bandura,1977 ; Miller, 1980). Adanya anteseden dapat
memicu untuk terjadinya perilaku seseorang, artinya dengan adanya sebuah
peristiwa bisa menjadikan seseorang untuk berperilaku.
Faktor
anteseden tergantung dari permasalahan yang diteliti, contohnya seperti faktor
individu, faktor stimulan dan faktos situasi.
Bentuk
keterlibatan dan hasil
Besar
kecilnya keterlibatan konsumen, mengelompokan pengambilan keputusan, sebagai
dua bentuk pengambilan keputusan:
1.
Low involvement decision
2.
High involvement decision
Implementasi
keterlibatan konsumen:
- Complex decision making: konsumen melakukan pembelian setelah melalui tahapan pengambilan keputusan (timbul kebutuhan, mencari informasi, mengevaluasi brand dan memutuskan pembelian). Dalam pelaksanaan pembeliannya memerlukan keterlibatan tinggi (high involvement decision)
- Brand loyalty: konsumen melakukan pembelian berdasarkan suatu merek tertentu secara berulang-ulang dan memiliki keterlibatan tinggi dalam pembeliannya (high involvement decision)
- Limited decision making: konsumen melakukan pembelian dengan tahapan keputusan, namun kurang terlibat dalam pembeliannya (low involvement decision)
Mengukur
keterlibatan
Tingkat
komitmen pada sebuah sikap berhubungan dengan keterlibatan konsumen terhadap
objek sikap. Konsumen lebih suka mempertimbangkan merek yang menyebabkan sikap
positif yang kuat. Tingkat-tingkat keterlibatan konsumen :
- Compliance, tingkat terendah keterlibatan. Pada tingkatan ini, sikap dibentuk konsumen atas dasar keinginanny auntuk mendapatkan imbalan atau menghindari hukuman dari pihak lain. Sikap yang ada tidak dalam dan hanya bersifat permukaan saja, sehingga ketika pihak lain yang mendorongnya bersikap seperti itu tidak ada, maka sikapnya akan kembali seperti sikap yang sebenarnya. Contoh seorang anak akan memilih permen seperti anjuran orang tuanya ketika berbelanja dengan orang tuanya, tetapi ketika dengan teman-temannya ia kembali akan membeli permen karet kesukaannya.
- Identifikasi. Pada tingkatan ini, sikap dibentuk oleh konsumen atas dasar keinginannya agar dapat menyesuaikan dengan orang lain atau kelompok. Pada tingkatan ini sikap relatif cukup sulit untuk diubah. Contoh seorang remaja membeli celana jeans merk Levi’s atas dasar keinginannya untuk mencontoh atau meniru teman-temannya yang juga mengenakan celana jeans merek tersebut. Dia berharap dengan memakai celana jeans merek tersebut akan diterima oleh teman-temannya.
- Internalisasi , tingkat tertinggi keterlibatan. Keterlibatan tinggi karena sikap yang dibentuk telah diinternalisasi dan dianggap sebagai bagian dari sistem nilai pribadinya. Contoh seorang konsumen memiliki sikap positif terhadap makanan sereal , yang didasarkan pada keyakinannya bahwa makanan yang sehat adalah yang mengandung serat dan dia yakin bahwa sereal termasuk makanan yang banyak mengandung serat. Sikap ini sulit diubah karena sudah masuk menjadi bagian dari sistem nilai dan keyakinan individu.
Referensi:
http://wikipedia.org
repository.usu.ac.id/bitstream/.../4/Chapter%20II.pdf
http://thesis.binus.ac.id/Doc/Bab2HTML/2011100472mn2/page24.html
http://accountingcenter.wordpress.com/2010/01/28/konsep-konsep-motivasi-dasar/
http://delviadelvi.wordpress.com/2011/01/20/sikap-motivasi-dan-konsep-diri-terhadap-perilaku-konsumen/
http://new.edulab.co.id/teori-teori-motivasi/
shinta.lecture.ub.ac.id/files/2012/09/modul-PK-4.docx
http://titayulianita.wordpress.com/2011/07/05/bab-3-pengertian-motivasi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar